DIREKTORAT GURU PENDIDIKAN MENENGAH DAN PENDIDIKAN KHUSUS
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI

SEKOLAH INKLUSIF DI TENGAH PANDEMI

Dalam masa pandemi Covid-19 pembelajaran pendidikan inklusif harus disesuaikan dengan situasi saat ini. Perluanya modifikasi dan perubahan pembelajaran agar pembelajaran masih tetap berlanjut.  Terdapat tantangan dalam pembelajaran pendidikan inklusif pada masa pandemi Covid-19 kepada anak berkebutuhan khusus.

Salah satunya adalah mengenai cara guru dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar yang tidak dilakukan secara tatap muka langsung. Guru harus menyesuaikan kurikulum pendidikan inklusif pada masa pandemi ini. Tentunya tidak mudah menghadapai perubahan situasi belajar mengajar dan kondisi belajar yang dilakukan dari rumah masing-masing.

Pakar dari UNICEF, Anisa Elok Budiyanti dalam webinar berjudul “Pendidikan Untuk Semua – No One Left Behind” mengatakan ada beberapa hambatan pemberian layanan pendidikan inklusif di masa pandemi.

“Berdasarkan penelitian SIGAP dan Jaringan Disabilitas pada tahun 2020, Pola belajar mandiri bersama orang tua banyak dilakukan pada anak dengan disabilitas yang tinggal di pedesaan (47%). Anak dengan Disabilitas memiliki resiko tertinggal informasi karena pesan-pesan kunci penanggulangan wabah dan menjaga kesehatan mental tidak menjangkau mereka,” kata Anisa.

Kemudian, dengan kebijakan batasan sosial dan isolasi, layanan terapi regular dan layanan kesehatan bagi anak dengan disabilitas lebih sulit diakses oleh mereka dan keluarganya. Resiko yang dihadapi termasuk terhambatnya proses tumbuh kembang, atau dampak kesehatan.

Dibutuhkan pendekatan pembelajaran yang baru dalam pendidikan inklusif selama belajar mandiri dari rumah. Hal ini dibutuhkan peran orang tua, kerabat, atau pendamping belajar anak berkebutuhan khusus. Orang tua atau pendamping belajar harus paham dalam penggunaan teknologi digital guna mendukung kegiatan belajar dirumah.

“Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan ini. Pertama identifikasi Kesenjangan dan Pemetaan Penyedia Layanan terkait. Kemudian mengupayakan keberagaman sumber belajar,” tutur Anisa.

Kemudian, sambungnya, dapat dilakukan dengan digitalisasi dan Penyempurnaan aksesibilitas dari modul-modul dan repositori materi pembelajaran era COVID-19.

“Selanjutnya pelatihan daring strategi-strategi pembelajaran yang berpusat pada anak. Terakhir, komunikasi/kampanye memastikan anak dengan disabilitas dapat kembali bersekolah,” tutupnya.