Berpikir inklusif tidak hanya bagian dari sektor pendidik (guru) atau sekolah yang berlabel sekolah inklusif saja. Idelanya semua satuan pendidikan harus berproses untuk untuk menjasi semakin inklusif. UNICEF percaya bahwa setiap anak itu berhak mendapatkan pendidikan yang iklusif, artinya tidak ada segregasi ataupun yang hanya bersifat integrasi.
Untuk sampai ke tahap berpikir inklusif ada beberapa poin yang harus dimiliki oleh setiap insan pendidikan dan setiap satuan pendidikan yang ada di Indonesia.
Poin pertama adalah sikap, dimana setiap insan pendidikan dan satuan pendidikan tidak hanya memberi label sekolah inklusi namun pada prakteknya anak tetap terintegrasi dengan pendidikan reguler. Adanya perubahan prilaku dari setiap insan pendidikan yang ada di sekolah tentang menyadari bahwa sekolah tersebut merupakan sekolah inklusif, baik itu di organisasi sekolah maupun di masyarakat sekitarnya.
Poin kedua adanya upaya mengatasi hambatan fisik. Sekolah yang Inklusif memastikan akses universal pada bangunan, perangkat, dan layanan bagi semua siswa. Selain itu sekolah juga menyediakan keberadaan ruang atau layanan khusus untuk sumber belajar.
Poin ketiga adalah kurikulum yang merespon kebutuhan siswa. Kurikulum dan bahan bacaan yang fleksibel dan berpusat pada siswa diterapkan dengan memahami kebutuhan dari semua siswa, dilakukan dengan bekerjasama dengan guru pembimbing khusus atau guru luar biasa.
Poin keempat adalah guru yang berkemampuan. Guru-guru yang terlatih dalam modifikasi pembelajaran dan pedagogi.
Poin kelima mengacu kepada pendanaan. Dana yang berkelanjutan penting bagi pengembangan Pendidikan Inklusif.
Dan poin terakhir adalah pengorganisasian sistem pendidikan. Pengorganisasi sistem pendidikan inklusif mengacu kepada beberapa item, sebagai berikut :
- Belajar di sekolah reguler: Anak dengan disabilitas sebaiknya menerima paling tidak 80% pembelajaran di lingkungan sekolah reguler, agar dapat berhubungan sosial secara wajar dengan anak-anak sebaya lainnya tanpa terkucil, dan agar anak-anak lain dapat pula hidup bersama dalam interaksi sosial yang positif dengan anak dengan disabiitas.
- Harmonisasi Sistem Pendidikan yang Terdesentralisir: Peta jalan/grand design Pendidikan Inklusif perlu dibangun di berbagai tingkatan administratif dengan indicator capaian yang jelas dan terkoordinir.
- Koordinasi Multi-stakeholder, dimana guru, siswa, orangtua, masyarakat dan pemerintah bekerja bersama untuk membangun lingkungan belajar yang Inklusif.
- Identifikasi dan remediasi bagi anak-anak dengan disabilitas yang tidak bersekolah atau putus sekolah.